Larangan Bernapas dan Meniup ke Dalam Wadah Makanan atau Minuman
Teks Hadis
Dari sahabat Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا شَرِبَ أحَدُكُمْ فَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ
“Jika salah seorang di antara kalian minum, maka jangan bernapas di dalam wadah.” (HR. Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267)
Dalam redaksi Abu Dawud, dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan lainnya, terdapat tambahan,
أوَ يُنْفَخَ فِيهِ
“Atau meniup ke dalamnya.” (HR. Abu Dawud no. 3728 dan Tirmidzi no. 1889, dinilai sahih oleh Al-Albani)
Kandungan Hadis
Kandungan pertama: Larangan bernapas ke dalam wadah minuman
Hadis ini merupakan dalil larangan untuk bernapas ke dalam wadah berisi minuman. Yang dianjurkan adalah bernapas di luar wadah makanan/minuman, yaitu dengan menjauhkan gelas dari mulut dan bernapas di luarnya. Larangan ini karena terdapat tiga mudarat dari perbuatan tersebut, yaitu:
Pertama: bernapas ke dalam wadah makanan/minuman akan mengotori makanan atau minuman tersebut untuk orang yang akan datang setelahnya. Karena dikhawatirkan ketika dia bernapas, ada sesuatu (kotoran) yang jatuh dari mulut atau hidungnya.
Kedua: napas seseorang terkadang mengandung penyakit yang akan mencemari (mengkontaminasi) makanan atau minuman tersebut.
Ketiga: dikhawatirkan seseorang bisa tersedak. Karena ketika minum, air akan mengalir turun, sementara napasnya bergerak naik. Ketika keduanya bertemu, seseorang bisa tersedak, dan air liur dapat jatuh ke dalam wadah. Semua ini bertentangan dengan adab ketika makan.
Yang dianjurkan adalah ketika seseorang minum, ia tidak minum dalam satu tarikan napas, tetapi dalam dua atau tiga tarikan napas, dengan menjauhkan gelas dari mulutnya di setiap tarikan napasnya. Hal ini lebih ringan bagi perut, lebih baik untuk menghilangkan dahaga, lebih sopan, dan tidak mirip perilaku orang yang rakus. Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَنَفَّسُ فِي الشَّرَابِ ثَلَاثًا، وَيَقُولُ: إِنَّهُ أَرْوَى وَأَبْرَأُ وَأَمْرَأُ، قَالَ أَنَسٌ: فَأَنَا أَتَنَفَّسُ فِي الشَّرَابِ ثَلَاثًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bernapas tiga kali dalam minumannya dan bersabda, “Itu lebih menyegarkan (lebih menghilangkan dahaga), lebih menyembuhkan [1], dan lebih mengenyangkan (lebih ringan bagi perut).” Anas berkata, “Maka aku juga bernapas tiga kali setiap kali minum.” (HR. Muslim no. 2028)
Yang dimaksud “bernapas tiga kali dalam minumannya” bukanlah bernapas ke dalam wadah minuman ketika minum. Maksud hadis bukan demikian, sesuai dengan redaksi lanjutan hadis di atas, “Itu lebih menyegarkan, lebih menyembuhkan, dan lebih mengenyangkan.” Sehingga maksudnya adalah beliau bernapas tiga kali ketika minum atau tidak minum dalam satu kali tarikan napas.
Kandungan kedua: Larangan meniup makanan atau minuman
Hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menunjukkan adanya larangan untuk meniup ke dalam wadah makanan atau minuman. Hal ini untuk melindungi makanan atau minuman tersebut dari tercemar atau terkotori sebagai akibat dari napas orang yang meniup, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada rasa makanan tersebut. Lebih-lebih lagi jika si yang meniup memiliki bau mulut, baik karena makanan yang telah dimakannya, atau jika dia tidak biasa bersiwak, atau karena napasnya dipengaruhi oleh uap dari perutnya.
Larangan untuk meniup ini, menurut pendapat mayoritas (jumhur) ulama, hanya berlaku ketika seseorang makan atau minum bersama orang lain. Adapun jika dia makan sendirian, atau bersama keluarganya, atau dengan orang yang diyakini tidak akan ada sesuatu yang kotor darinya, maka tidak ada masalah (boleh). Namun, al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah lebih cenderung untuk menerapkan larangan ini secara umum. Hal ini karena tidak ada jaminan bahwa tidak ada sisa makanan atau minuman yang tertinggal, atau bahwa wadah tidak akan tercemar, atau semacam itu. Pendapat ini diikuti oleh penulis syarh Jami’ at-Tirmidzi, Muhammad al-Mubarakfuri rahimahullah, dengan mengatakan,
هذا هو المتعين عندي، والله تعالى أعلم
“Ini adalah pendapat yang lebih tepat menurut saya, wallahu Ta’ala a’lam.” [2]
Perbuatan meniupkan napas secara umum dilatarbelakangi karena dua hal, yaitu:
Pertama: jika disebabkan oleh minuman yang masih panas, maka hendaknya seseorang bersabar hingga minuman tersebut menjadi dingin.
Kedua: jika disebabkan oleh adanya kotoran yang terlihat, maka seseorang bisa mengeluarkannya dengan jarinya jika ada orang lain yang akan minum darinya. Jika tidak, maka dia bisa mengeluarkannya dengan kayu, sendok, atau benda-benda serupa lainnya yang bersih, tanpa perlu meniupnya.
Dalam hadis dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang meniup dalam minuman. Seorang laki-laki berkata, “Ada kotoran yang saya lihat dalam wadah.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَهْرِقْهَا
“Tuangkanlah itu.”
Laki-laki tersebut berkata lagi, “Saya tidak bisa minum dalam satu tarikan napas.”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
فَأَبِنِ القَدَحَ إِذَنْ عَنْ فِيكَ
“Jauhkanlah gelas itu dari mulutmu.” (HR. Tirmidzi no. 1887, hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani)
Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat. [3]
***
@Fall, 13 Jumadil awal 1446/ 15 November 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] Maksudnya, lebih selamat dari penyakit atau gangguan yang mungkin terjadi akibat minum dalam satu tarikan napas.
[2] Tuhfatul Ahwadzi, 6: 12.
[3] Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 452-454). Kutipan-kutipan dalam tulisan di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.
Artikel asli: https://muslim.or.id/101051-larangan-bernapas-dan-meniup-ke-dalam-wadah-makanan-atau-minuman.html